Sabtu, 09 Januari 2016

MAKALAH"SEJARAH PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA"

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Pada abad ke-15,  penakhluk yang berkebangsaan Portugis di India dan Asia Tenggara berhadapan dengan pemeluk agama Islam, yaitu agama yang telah dikenal dalam sejarah sebagai agama yang selama berabad-abad menjadi agama keturunan raja yang penting di India, maka di kepulauan Indonesia (pulau Jawa) agama dan tata kemasyarakatan yang pra-Islam masih tetap bertahan sampai pada permulaan abad ke-16. Di bidang politik, orang-orang portugis mampu menahan pengaruh Islam yang terus meluas terhadap kerajaan-kerajaan Indonesia. Kerajaan-kerajaan itu hampir semuanya masuk ke dalam kekuasaan Islam. Sebaliknya, agama Islam di Asia Tenggara tidak dapat meluas lebih jauh kearah timur semenanjung Malaka dan Filipina.
Sejak abad ke-20 telah diterbitkan buku-buku dalam bahasa Belanda mengenai sejarah Jawa dan Bali pada masa pra-Islam, yang sebagian besar berdasarkan data yang digali dari sumber-sumber pribumi. Salah satu keberatan utama terhadap pandangan mengenai sejarah Jawa yang sampai belum lama ini umum diterima ialah gambaran bahwa ada jurang yang dalam antara zaman Hindu-Jawa dan zaman Islam.

B.   Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ialah untuk memnuhi tugas yang telah diberikan oleh guru pengajar Pendidikan Agama Islam.

C.   Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat penyusun paparkan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Sejarah Awal Masuknya Agama Islam Ke Tanah Jawa.
2.    Teori-Teori Penyebaran Islam di Jawa
3.    Peranan Wali Songo dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Sejarah Awal Masuknya Agama Islam di Tanah Jawa
Jauh sebelum Islam masuk ke daerah tanah Jawa, mayoritas masyasarakat di tanah jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha yang berasal dari India. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemudian Islam mulai masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi dan ada yang berpendapat langsung dibawa oleh orang Arab, terutama pedagang dari timur tengah.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Maulana Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
Situasi kehidupan “religius” masyarakat di Tanah Jawa sebelum datangnya Islam sangatlah heterogen. Kepercayaan import maupun kepercayaan yang asli telah dianut oleh orang Jawa. Sebelum Hindu dan Budha, masyarakat Jawa prasejarah telah memeluk keyakinan yang bercorak animisme dan dinamisme. Pandangan hidup orang Jawa adalah mengarah pada pembentukan kesatuan numinous antara alam nyata, masyarakat, dan alam adikodrati yang dianggap keramat.
Di samping itu, mereka meyakini kekuatan magis keris, tombak, dan senjata lainnya. Benda-benda yang dianggap keramat dan memiliki kekuatan magis ini selanjutnya dipuja, dihormati, dan mendapat perlakuan istimewa.
Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam. Dari sini derajat orang-orang miskin mulai terangkat yang pada awalnya tertindas oleh para penguasa kerajaan. Islam sangat berkembang luas sampai ke pelosok desa setelah para Wali berhasil mendidik murid-muridnya. Salah satu generasi yang meneruskan perjuangan para Wali sampai Islam tersebar ke pelosok desa adalah Jaka Tingkir. Islam di Jawa yang paling menonjol setelah perjuangan para Wali songo adalah perpaduan adat Jawa dengan nilai-nilai Islam, salah satu diantaranya adalah tradisi Wayang Kulit.

B.   Teori-Teori Penyebaran Agama Islam di Jawa
Penyebaran Islam di Jawa melalui :
       1.      Perdagangan
Pedagang-pedagang muslim yang melalui perkembangan lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia yang ramai mulai abad ke-7 sampai abad ke-16, yaitu antara Eropa, Timur Tengah, India, Asia Tenggara, dan Cina banyak menetap di kota-kota pelabuhan dan membentuk perkampungan muslim.[3] Di perkampungan itu, ada beberapa orang yang melakukan proses islamisasi yang dibantu para pedagang muslim untuk lebih mengenal Islam. Mereka tertarik masuk Islam karena mereka melihat bahwa Islam tidak memaksa atau merepotkan penduduk non muslim untuk mengikuti ajaran Islam. Mereka dapat bersosialisasi dengan baik dengan penduduk non muslim tanpa adanya perpecahan atau kekerasan. Proses itu dipercepat oleh situasi politik beberapa kerajaan dimana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah pusat.



2.      Perkawinan
Para pedagang yang sudah menetap itu kedudukan ekonomi dan sosialnya semakin baik. Ia menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian mengawini gadis-gadis setempat dengan syarat mereka harus masuk Islam. Cara ini pun tidak mengalami kesulitan. Saluran Islamisasi lewat perkawinan ini lebih menguntungkan lagi apabila saudagar atau ulama Islam berhasil mengawini anak raja atau adipati. Kalau raja atau adipati itu sudah Islam maka rakyatnya akan mudah untuk diIslamkan. Misalnya : perkawinan Maulana Iskhah dengan putri raja Blambangan melahirkan sunan Giri. Raden Rahmat (Sunan Ngampel) kawin dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta. Perkawinan putri Kawunganten dengan Sunan Gunung Jati di Cirebon. Perkawinan putri adipati Tuban (R.A. Teja) dengan syeh Ngabdurahman (muslim Arab) melahirkan syeh Jali (Laleluddin).
3.                   Ajaran Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran ke-Tuhanan yang telah bercampur dengan mistik dan hal-hal yang magis. Karena itu para ahli tasawuf ini biasanya mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Kedatangan ahli-ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, yaitu masa perkembangan dan penyebaran ahli-ahli tasawuf dari persia dan India yang sudah beragama Islam.
Bersamaan dengan perkembangan tasawuf ini maka dalam mengajarkan agama Islam disesuaikan dengan pola fikir masyarakat yang masih berorientasi pada agama Hindu Budha, sehingga mudah untuk dimengerti. Itulah sebabnya maka orang jawa begitu mudah menerima agama Islam.
4.      Pendidikan
Lembaga pendidikan yang paling tua adalah pondok pesantren. Murid-muridnya (santri) tinggal di dalam pondok pesantren semacam asrama dalam jangka waktu tertentu menurut tingkatan kelasnya. Yang mengajar adalah guru-guru agama (kyai dan ulama). Para santri itu jika sudah tamat lalu pulang ke daerah asalnya dan menjadi tokoh keagamaan yang juga terus mengajarkan ilmunya kepada masyarakat disekitarnya.
Dengan cara ini Islam terus berkembang memasuki daerah-daerah yang terpencil. Pondok pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa antara lain : Pondok Ampel Denta di Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel), pondok sunan Giri dimana santrinya banyak yang berasal dari Maluku (daerah Hitu). Sedangkan raja-raja dan keluarganya, kaum bangsawan, biasanya juga mendatangkan kyai atau ulama untuk menjadi guru dan penasihat agama.
5.      Seni Budaya
Misalnya seni bangun (masjid), seni pahat (ukir), seni tari, seni musik, dan sastra. Dalam seni bangunan masjid, mimbar, ukir-ukirannya masih menunjukkan seni tradisional bermotifkan budaya Indonesia-Hindu seperti yang terdapat pada candi-candi Hindu atau Budha. Hal yang demikian dapat dijumpai di masjid-masjid kuno Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan (Cirebon), masjid Agung Banten, dan sebagainya. Juga adanya pintu gerbang pada keraton-keraton Islam atau makam orang-orang yang dianggap keramat menunjukkan bentuk candi bentar, kori agung. Begitu pula nisan kubur-kubur kuno di Demak, Kudus, Corebon, Tuban, dan Madura. Semua menunjukkan budaya sebelum Islam.
Hal itu dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Islam tidak meninggalkan seni budaya masyarakat yang telah ada, tetapi justru ikut memeliharanya.
Misalnya dalam perayaan Grebeg Maulud (Sekaten) di Yogyakarta, Surabaya, dan Cirebon. Juga lewat pertunjukan wayang yang telah dipoles dengan unsur-unsur Islam. Menurut cerita, sunan Kalijaga juga pandai memainkan wayang. Islamisasi lewat sastra ditempuh dengan cara menyalin buku-buku tasawuf, hikayat, dan babad ke dalam bahasa pergaulan (melayu).

C.   Peranan Wali Songo Dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa
Gerakan penyebaran Islam di Jawa tidak dapat dipisahkan dengan peranan Walisongo. Wali adalah sebutan bagi orang-orang yang sudah mencapai tingakat pengetahuan dan penghayatan agama Islam yang sangat dalam dan sanggup berjuang untuk kepentingan agama. Karena itu ia menjadi sangat dekat dengan Allah sehingga mendapat gelar Wali’ullah (orang yang sangat diakasihi Allah).
Jumlah wali diangap sembilan (songo) walau sebenarnya lebih dari itu, karena jumlah sembilan dianggap keramat, selain itu juga untuk menyebarkan nilai-nilai moral ke segala penjuru. Sehubungan dngan segala penjuru wilayah ini orang jawa mengenal istilah keblat papat limo pancer. Keblat papat, yaitu utara-timur-selatan-barat, dilengkapi dengan arah diantaranya berjumlah delapa, ditambah dengan pusatnya (pancer) menjadi sembilan. Istilah keblat papat limo pancer ini selalu diucapkan oleh orang yang memimpin suatu kenduri menurut adat Jawa, berbeda dengan apa yang diucapkan oleh modin atau kaum yang memimpin kenduri dengan warna Islam
Secara garis besar peranan wali adalah:
1.     Dibidang agama sebagai penyebar agama Islam, baik melalui dakwah, mendirikan pondok pesantren maupun melalui media seni.
2.     Di bidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat raja-raja Islam, atau sebagai raja.
3.     Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.







Peta Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa


BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Masyarakat di tanah jawa menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain menganut kepercayaan tersebut masyarakat Jawa juga sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya Hindu dan Budha. Seiring dengan waktu berjalan tidak lama kemudian Islam mulai masuk ke Jawa melewati Gujarat dan Persi. Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa Setelah para Wali menyebarkan ajaran Islam di pulau Jawa, kepercayaan animisme dan dinamisme serta budaya Hindu-Budha sedikit demi sedikit berubah atau termasuki oleh nilai-nilai Islam. Hal ini membuat masyarakat kagum atas nilai-nilai Islam yang begitu besar manfa’atnya dalam kehidupan sehari-hari sehingga membuat mereka langsung bisa menerima ajaran Islam.
Menurut teori, Penyebaran agama Islam di Jawa dilakukan melalui Perdagangan, Pernikahan, Ajaran Tasawuf, Pendidikan dan Seni Budaya. Adapun Peranan Walisongo dalam penyebaran agama islam di tanah jawa dapat dilihat melalui dakwah, pondok pesantren yang didirikan, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat raja-raja Islam, serta sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.

B.   Saran
Saran yang dapat dikemukakan yaitu hendaknya pembaca maupun penyusun sendiri dapat mencontoh atau menjadikan teladan atas semangat yang dipancarkan oleh Wali Songo tersebut dalam menyebarkan agama Islam yang tidak pernah putus asa di wilayah Indonesia, jawa Khusunya. Serta nantinya mampu menerapkan sikap yang demikian dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang maupun yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Sejarah Awal Masuknya Islam ke Tanah Jawa. https://bintangbinfa.wordpress.com/2013/12/13/sejarah-awal-agama-islam-masuk-ke-tanah-jawa/. Diakses tanggal 14 November 2015 pukul 17.15 Wita.


Indrayani, Feny, dkk. 2013. Masuknya Islam di Jawa. Fakultas Tarbiyah. Institut Agama Islam Wali Songo. Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar