Sabtu, 09 Januari 2016

MAKALAH "ULUMUL HADIS SERTA PEMBAGIANNYA"

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadits sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadits tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadits tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi.  Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya.
Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadits yang terhimpun dalam kitab-kitab hadits tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadits tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadits itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadits, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.
Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadits. Selama riwayat-riwayat ini membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadits.

B.   Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1.        Apakah pengertian Ulumul Hadist ?
2.        Ada berapa pembagiannya ?
3.        Mengetahui pembagian hadis dilihat dari kuantitas perawi.
4.        Mengetahui pembagian hadis menurut macam periwayatnya
5.        Mengetahui klasifikasi hadis dhaif, dan istilah-istilah dalam ilmu hadis.

C.   Tujuan
1.        Menjadikan kita kritis dalam pengambilan hukum yang menyangkut tentang hadits.
2.        Berpedoman dengan hadits yang benar-benar dapat di terima keberadaanya.
3.        Dapat membedakan hadits-hadits dari segi kebenaran dan kehujjahanya.


BAB II
PEMBAHASAN

1.    Pengertian Ulumul Hadist                                                                                
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
a.     Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
§   Hadits Mutawatir
§   Hadits Ahad
§   Hadits Shahih
§   Hadits Hasan
§   Hadits Dha'if
b.    Menurut Macam Periwayatannya
§   Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
§   Hadits yang terputus sanadnya
1.        Hadits Mu'allaq
2.        Hadits Mursal
3.        Hadits Mudallas
4.        Hadits Munqathi
5.        Hadits Mu'dhol
c.     Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
§   Hadits Maudhu'
§   Hadits Matruk
§   Hadits Mungkar
§   Hadits Mu'allal
§   Hadits Mudhthorib
§   Hadits Maqlub
§   Hadits Munqalib
§   Hadits Mudraj
§   Hadits Syadz
d.    Beberapa pengertian dalam ilmu hadits
e.     Beberapa kitab hadits yang masyhur / populer

2.    Ilmu Hadis Riwayah
Ilmu hadits riwayah adalah ilmu hadits yang mempelajari cara-cara penukilan, pemeliharaan dan penulisan hadits. Tujuannya untuk memahami hadits-hadits Nabi Muhammad Rosulullah saw. sebagai penjelas al-Qur'an, dan menjadikan hadits (perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad saw.) sebagai teladan.
Objek kajian ilmu hadits riwayah ini meliputi:
1)        cara periwayatan hadits, berarti cara penerimaan dan penyampaian hadits kepada orang lain,
2)        penulisan serta pembukuan hadits. Pada masa Nabi Muhammad saw. para sahabat dilarang menulis hadits. Dengan demikian hadits hanya tersimpan dalam hafalan para sahabat. Meskipun demikian keaslian hadits tersebut sejak penerimaan dari Rosulullah saw. sampai pada masa pembukuannya terjamin dengan baik, karena beberapa faktor:
a)        Nabi Muhammad saw. Menyampaikannya dengan fasih serta menggunakan bahasa yang baik dan benar;
b)        Nabi Muhammad saw. Sering menyesuaikan dialeknya dengan dialek lawan bicaranya;
c)        Cara Nabi Muhammad saw. Berbicara perlahan-lahan, tegas, dan jelas, serta sering mengulangnya hingga tiga kali;
d)       Para sahabat sangat mengidolakan dan sangat hormat kepada Nabi Muhammad saw. Sehingga mereka yakin betul apa yang beliau ucapkan mengandung makna. Karena itulah para sahabat mendengarkan sabdanya dengan tekun;
e)        Orang-orang Arab memiliki kemampuan menghafal yang sangat luar biasa; dan
f)         Pada tingkat tabi'in, periwayatan hadits dan keasliannya terjamin oleh anggapan mereka bahwa apa yang diterima itu semuanya adalah sesuatu yang berharga.

3.    Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu hadits dirayah adalah bagian dari ilmu hadits yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ikhwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain-lain. Definisi ini sesuai dengan makna kata dirayah yang secara bahasa berarti pengetahuan dan pengenalan. Kegunaan ilmu ini tidak lain untuk mengetahui dan menetapkan diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)nya suatu hadits. Ilmu hadits dirayah ini memiliki beberapa cabang yang berkaitan dengan sanad, rawi, dan matan hadits.
Cabang-cabang penting yang berkaitan dengan sanad dan rawi, antara lain:
a)        'Ilrn al-Jarh wa at-Ta'dil adalah ilmu yang membahas hal ikhwal rawi (periwayat) dengan menyoroti kesalehan dan kejelekannya, untuk menentukan periwayatannya dapat diterima atau ditolak. Untuk menunjukkan atau menilai kekuatan periwayatan seseorang digunakan ungkapan-ungkapan seperti:
"orang yang paling terpercaya",
"orang yang kuat lagi teguh", dan
"orang yang tidak cacat"
Sebaliknya guna memperlihatkan atau menilai kelemahan periwayatan seseorang dipakailah ungkapan-ungkapan seperti: 
"orang yang perlu diteliti",
"orang yang tidak dikenal", dan
"orang yang paling dusta".
Berkaitan dengan 'Ilm al-Jarh wa at-Ta'dil para 'ulama hadits menggunakan istilah-istilah sebagai berikut:
Jarh yaitu penolakan seorang ulama hadits terhadap riwayat seorang rawi karena adanya petunjuk mengenai perangai atau riwayatnya yang tercela. Penyebab jarh menurut rumusan para ulama adalah:
§  al-Bid'ah (menambah-nambahi dalam urusan agama);
§  al-Jahalah (asing/tidak dikenal); dan
§  al-Gholat (kacau/tidak kuat/salah hafalannya)
Tajrih adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan berbagai karakter yang melemahkannya atau menyebabkan riwayatnya ditolak;
'Adl sebagian pengertiannya adalah seorang muslim yang telah dewasa, berakal, dan tidak fasik;
Ta'dil adalah identifikasi terhadap seorang rawi dengan mencari-cari sifat baiknya, sehingga periwayatannya dapat diterima.
b)        'Ilm Rijal al-Hadits adalah ilmu yang mengkaji keadaan rawi dan perilaku hidup mereka, mulai dari kalangan sahabat, tabi'in, dan tabi'it-tabi'in. Bagian dari ilmu ini adalah 'ilm tarikh rijal alhadits yaitu kajian terhadap periwayat hadits dengan menelusuri tanggal kelahiran, garis keturunan, guru sumber hadits, jumlah hadits yang diriwayatkan dan murid-muridnya;
c)        'Ilan Thobaqot ar-Ruwat adalah ilmu yang membahas keadaan periwayat berdasarkan pengelompokan tertentu.
Cabang-cabang ilmu dirayah hadits yang berkaitan dengan matan hadits adalah:
1)        Ilm Ghorib al-Hadits adalah ilmu yang membahas masalah lafal atau kata yang terdapat dalam matan hadits yang sulit dipahami, baik karena nilai sastranya yang tinggi maupun karena sebab yang lain. 'Ulama perintis bidang ini ialah Ab Ubaidah Ma'mar bin Musanna at-Tamimi
2)        'Ilm Asbab Wurud al-Hadits adalah ilmu yang membahas latar belakang atau sebab-sebab lahirnya suatu hadits. 'Ulama perintis bidang ini, antara lain ialah Abu Hamid bin Kaznah, dan Abu Hafs 'Umar bin Muhammad bin Raja al-Ukbari;
3)        'Ilan Tawarikh al-Mutun adalah ilmu yang mengkaji waktu terjadinya suatu hadits. Ilmu ini berguna dalam pembahasan nasikh mansukh suatu hadits. 'Ulama perintis di bidang ini adalah Sirojudin Abu Hafs Amr al-Bukqini;
4)        'Ilm talfiq al-Hadits adalah ilmu yang membahas cara menyelesaikan atau memadukan masalah dua hadits yang secara lahir tampak saling bertentangan. 'Ulama perintis di bidang ini ialah Imam Syafi'i, karena beliaulah yang pertama kali menyusun buku dalam disiplin ilmu ini dengan judul Mukhtalif al-Hadits.
5)        'Ilan at-Tasif wa at-Takhrif adalah ilmu yang mengkaji hadits yang telah mengalami perubahan tanda baca titik dan bentuknya. 'Ulama perintis di bidang ini adalah Daruquthni, dan Abu Ahmad al-Askari
6)        'Ilm an-Nasikh wa al-Mansukh adalah ilmu yang membahas hadits-hadits yang bertentangan dan tidak dapat dikompromikan. Maka penyelesaiannya dilakukan dengan cara menelusuri sejarah munculnya hadits-hadits itu.

4.    Pembagian Hadits atau khabar.
Hadits Yang Dilihat Dari Banyak Sedikitnya Perawi
A.    Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir: Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy. Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
B.    Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
1.    Hadits Shahih
Menurut Ibnu Sholah, hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
§  Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an.
§  Harus bersambung sanadnya
§  Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil.
§  Diriwayatkan oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya)
§  Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih)
§  Tidak cacat walaupun tersembunyi.
2.    Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak syadz.
3.    Hadits Dha'if
Ialah hadits yang tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.

Menurut Macam Periwayatannya.
A.    Hadits yang bersambung sanadnya.
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebut hadits Marfu' atau Maushul.
  
B.    Hadits yang terputus sanadnya
1.    Hadits Mu'allaq
Hadits ini disebut juga hadits yang tergantung, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits dha'if. 
2.    Hadits Mursal
Disebut juga hadits yang dikirim yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan sahabat tempat menerima hadits itu.
3.    Hadits Mudallas
Disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4.    Hadits Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur atau hilang seorang atau dua orang perawi selain sahabat dan tabi'in.
5.    Hadits Mu'dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits yang diriwayatkan oleh para tabi'it dan tabi'in dari Nabi Muhammad SAW atau dari Sahabat tanpa menyebutkan tabi'in yang menjadi sanadnya.Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut di atas adalah termasuk hadits-hadits dha'if.


Hadits-Hadits Dha'if Disebabkan Oleh Cacat Perawi
A.    Hadits Maudhu'
Yang berarti yang dilarang, yaitu hadits dalam sanadnya terdapat perawi yang berdusta atau dituduh dusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits.

B.    Hadits Matruk
Yang berarti hadits yang ditinggalkan, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja sedangkan perawi itu dituduh berdusta.
C.    Hadits Mungkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya / jujur.
D.   Hadits Mu'allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga dengan hadits Ma'lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat).
E.    Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan.
F.    Hadits Maqlub
Artinya hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan
G.   Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah.
H.   Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan tambahan dari perawi sendiri atau lainnya.


I.     Hadits Syadz
Hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya) yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang terpercaya pula. Demikian menurut sebagian ulama Hijaz sehingga hadits syadz jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut juga hadits Mahfudz.
Beberapa Pengertian (Istilah) Dalam Ilmu Hadits
A.    Muttafaq 'Alaih
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, atau dikenal juga dengan Hadits Bukhari - Muslim.
B.    As Sab'ah
As Sab'ah berarti tujuh perawi, yaitu:
§   Imam Ahmad
§   Imam Bukhari
§   Imam Muslim
§   Imam Abu Daud
§   Imam Tirmidzi
§   Imam Nasa'i
§   Imam Ibnu Majah
C.    As Sittah
Yaitu enam perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad bin Hanbal.
D.   Al Khamsah
Yaitu lima perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Bukhari dan Imam Muslim.
E.    Al Arba'ah
Yaitu empat perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim.


F.    Ats tsalatsah
Yaitu tiga perawi yang tersebut pada As Sab'ah, kecuali Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.
G.   Perawi
Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
H.   Sanad
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.
I.     Matan
Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.


  
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Demikian hadits dilihat dari kuantitas jumlah para perawi yang dapat menunjukkan kualitas bagi hadits mutawatir tanpa memerisa sifat-sifat para perawi secara individu, atau menunjukan kualitas hadits ahad, jika disertai pemeriksaan memenuhi persyaratan standar hadits yang makbul.
Hadits ahad masih memerlukan barbagai persyaratan yaitu dari segi sifat-sifat kepercayaan para perawi atau sifat-sifat yang dapat mempertanggung jawabkan kebenaran berita secara individu yaitu sifat keadilan dan ke dhabithan, ketersambungan sanad dan ketidakganjilannya. Kebenaran berita hadits mutawatir secara absolute dan pasti (qath’i), sedangkan kebenaran berita yang dibawa oleh hadits ahad bersifat relative (zhanni ) yang wajib diamalkan.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang dalam melaksanakan Islam tidak lepas dari zhan dan itu sah-sah saja, misalnya menghadap ke kiblat ketika shalat, pemeraan air mandi janabah pada seluruh anggota badan, masuknya waktu imsak dan fajar bagi orang yang berpuasa, dan lain-lain.
Pengertian zhan tidak terpaut dengan syakk (ragu) dan juga tidak terpaut dengan waham. Zhan diartikan dugaan kuat (rajah) yang mendekati kepada keyakinan, sedangkan Syakk diartikan dugaan yang seimbang antara ya dan tidak sedang waham adalah dugaan lemah (marjuh).

B.   Saran
Dengan mengetahui beberapa definisi dan penjelasan dari pembagian hadits di atas, di harapkan kita paham dan mengerti, sehingga dalam penentuan hukum dari suatu masalah, yang khususnya dari hadits dapat di peroleh kejelasan yang pasti akan hukum tersebut.




DAFTAR PUSTAKA

Khon, A. M. (2008). Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Mudzakir, M. (1998). Ulumul Hadis. Bandung: CV Pustaka Setia.
Rahman, F. (1974). Ikhtisar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Alma’arif.
Al-Nawawi, I. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus.
As-Shalih, S. (1997). Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Pustaka Firdaus: Jakarta.
Ismail, M. S. (1994). Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa.

http://contohdakwahislam.blogspot.co.id. Diakses tanggal 30 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar