KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr.Wb
Alhamdulillah,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana atas berkah serta rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Musaqah, Mukhabarah, Muzaraah dan Syirkah” tepat waktu.
Tak lupa shalawat salam selalu penulis haturkan keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat perjuangan dan semangat beliau dalam menyampaikan wahyu kepada umatnya, telah membuka jalan lebar yang penuh cahaya kepada kita yang dhoif dan penuh dosa.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan sepatah dua patah kata ucapan terima kasih kepada Guru Pengajar yang selalu setia membimbing dan mengajari penulis tanpa letih hingga saat ini. Kepada Orang tua, teman-teman, serta kepada seluruh pihak yang ikut terlibat dalam pembuatan makalah ini, penulis ucapkan ribuan terima kasih. Tanpa sumbasih dari kalian, tentulah amat berat menyelesaikan pembuatan makalah ini.
Demikianlah ucapan yang mampu penulis sampaikan, semoga makalah ini mampu memberikan manfaat bagi diri penulis ataupun para pembaca yang bersedia meluangkan sedikit waktunya untuk membaca makalah ini maupun yang bersedia berkontribusi akan saran-saran bermanfaat bagi kesempurnaan dan perbaikan isi makalah.
Banjarbaru, 29 Januari 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuhan menciptakan manusia di muka bumi ini
sebagai khalifah atau pemimpin untuk diri sendiri maupun orang lain. Meskipun
manusia berperan sebagai khalifah, tentu tak luput dari bantuan manusia
lainnya, sehingga antara manusia satu dengan yang lainnya saling membutuhkan
satu sama lain. Di dalam islam hubungan antar manusia telah diatur sedemikian
rupa agar tidak terjadi perselisihan yang mampu menimbulkan permusuhan antara
individu satu dengan lainnya. Seperti halnya hubungan bisnis ataupun perniagaan
antar individu. Apabila tidak dilandaskan hukum islam, maka kecurangan dan
kekecewaan pasti akan dirasakan oleh salah satu pihak yang terlibat. Dari beberapa
kemungkinan buruk tersebut, maka hendaklah setiap melakukan pekerjaan ataupun
hubungan bisnis dengan orang lain dilandaskan hukum agama agar kedua belah
pihak tidak merasa dirugikan.
1.2 Tujuan Penulisan
Dari sekian banyak tujuan yang ingin dicapai
dalam penulisan makalah ini, penulis memberi batasan tujuan tersebut menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penulisan makalah ini ialah sebagai
sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta keilmuan di bidang musaqah,
mukhabarah, muzaraah dan syirkah. Selain itu juga ditujukan untuk sarana acuan
dalam proses diskusi, agar proses diskusi berlangsung terarah dan tidak
melenceng jauh dari topik pembahasan.
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu
sebagai salah satu wujud apresiasi penulis dalam melaksanakan tugas yang telah
diberikan oleh guru pengajar.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini meliputi
beberapa aspek berikut,
1)
Apa yang dimaksud dengan
musaqah, mukhabarah, muzara’ah dan syirkah?
2)
Apa saja yang menjadi hukum
musaqah, mukhabarah, muzara’ah dan syirkah?
3)
Bagaimana hukum mukharabah
dan muzaraah apabila dikatakan boleh, sesuai hadist Rasulullah SAW?
4)
Sebutkan rukun dan syarat musaqah,
mukhabarah, muzara’ah dan syirkah
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dirasakan penulis dalam pembuatan
makalah ini yaitu penulis mampu memahami arti musaqah, mukhabarah, muzara’ah
dan syirkah serta hukum dan rukun yang menyertainya. Selain itu dengan adanya
pembuatan makalah ini penulis juga mampu menerapkan sebagian kecil dari
hukum-hukum yang telah dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1 Musaqah
1. Pengertian
Musaqah
Al musaqah berasal dari kata
as saqa. Diberi nama ini karena pepohonan penduduk Hijaz amat membutuhkan saqi
(penyiraman) ini dari sumur-sumur. Karena itu diberi nama musaqah
(penyiraman/pengairan).
Menurut Istilah Musaqah
adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan
menjanjikannya, bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam
jumlah tertentu.
Menurut ahli fiqih adalah
menyerahkan pohon yang telah atau belum ditanam dengan sebidang tanah, kepada seseorang
yag menanam dan merawatnya di tanah tersebut (seperti menyiram dan sebagainya
hingga berbuah). Lalu pekerja mendapatkan bagian yang telah disepakati dari
buah yang dihasilkan, sedangkan sisanya adalah untuk pemiliknya.
Dari beberapa penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun
atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun
atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan
bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
2. Hukum Musaqah
1) Hukum musaqah sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah sahih
adalah:
a) Segala pekerjaan yang berkenaan dengan
pemeliharaan pohon diserahkan kepada penggarap, sedang biaya yang diperlukan
dalam pemeliharaan dibagi dua,
b) Hasil dari musaqah dibagi berdasarkan
kesepakatan,
c) Jika pohon tidak menghasilkan sesuatu, keduanya
tidak mendapatkan apa-apa,
d) Akad adalah lazim dari kedua belah pihak,
e) Pemilik boleh memaksa penggarap untuk bekerja kecuali
ada uzur,
f) Boleh menambah hasil dari ketetapan yang telah
disepakati,
g) Penggarap tidak memberikan musaqah kepada
penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh pemilik.
2) Hukum musaqah fasid
Musaqah fasid adalah akad yang tidak memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan syara’.
Menurut ulama Hanafiyah, musaqah fasid
meliputi:
a) Mensyaratkan hasil musaqah bagi salah seorang
dari yang akad,
b) Mensyaratkan salah satu bagian tertentu bagi
yang akad,
c) Mensyaratkan pemilik untuk ikut dalam
penggarapan,
d) Mensyaratkan pemetikan dan kelebihan pada
penggarap,
e) Mensyaratkan penjagaan pada penggarap setelah pembagian,
f) Mensyaratkan kepada penggarap untuk terus
bekerja setelah habis wakt akad,
g) Bersepakat sampai batas waktu menurut kebiasaan,
h)
Musaqah digarap oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada
penggarap lainnya.
3 Rukun Musaqah
Rukun
musaqah adalah
1) Shigat,
2) Dua
orang yang akad (al-aqidain),
3) Objek
musaqah (kebun dan semua pohon yang berbuah),
4) Masa
kerja, dan
5) Buah.
2.2. Mukhabarah dan Muzaraah
1. Pengertian
Mukhabarah dan Muzaraah
Menurut etimologi, muzara,ah
adalah wazan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a” artinya menumbuhkan.
Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah
(melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.
Sedangkan menurut istilah
muzara’ah dan mukhabarah adalah:
a. Ulama Malikiyah; “Perkongsian dalam bercocok tanam”
b. Ulama Hanabilah: “Menyerahkan tanah kepada
orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya, sedangkan tanaman hasilnya
tersebut dibagi antara keduanya.
c. Ulama Syafi’iyah: “Mukhabarah adalah mengelola
tanah di atas sesuatu yang dihasilkan dan benuhnya berasal dari pengelola.
Adapun muzara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya berasal dari
pemilik tanah.
Sebenarnya muzara’ah dan mukhabarah mempunyai
pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan
penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian
itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah
bibitnya dari petani.
Dengan adanya persoalan mengenai bibit
pertanian tersebut, maka antara muzaraah dan mukhabarah terdapat sedikit
perbedaan arti, sehingga dapat dikatakan bahwa Muzara’ah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah. Sedangkan Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang
lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung
orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian
muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena adanya
ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I
berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif
muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari,
Al Bandaniji.Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan: usaha mengerjakan
tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata: Muzaraah merupakan asal dari ijarah (mengupah atau menyewa orang),
dikarenakan dalam keduanya masing-masing pihak sama-sama merasakan hasil yang
diperoleh dan menanggung kerugian yang terjadi.
2. Hukum
Mukhabarah dan Muzaraah
Hukum muzara’ah dan mukhabarah
1) Hukum
muzara’ah dan mukhabarah sahih
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah yang
sahih adalah sebagai berikut:
a) Segala keperluan untuk memelihara tanaman
diserahkan kepada penggarap.
b) Pembiayaan atas tanaman dibagi antara
penggarap dan pemilik tanah.
c) Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan
kesepakatan waktu akad.
d) Menyiram atau menjaga tanaman.
e) Dibolehkan menambah penghasilan dan
kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.
f) Jika salah seorang yang akad meninggal
sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak mendapatkan apa-apa sebab ketetapan
akad didasarkan pada waktu.
2) Hukum Muzara’ah fasid
Menurut ulama Hanafiyah, hukum muzara’ah fasid
adalah:
a) Penggarap tidak berkewajiban mengelola.
b) Hasil yang keluar merupakan pemilik benih.
c) Jika dari pemilik tanah, penggarap berhak
mendapatkan upah dari pekerjaannya
3. Rukun
Mukhabarah dan Muzaraah
Rukun-rukun dalam Akad Muzara’ah
Jumhur ulama’ yang membolehkan akad Muzara’ah menetapkan rukun yang harus
dipenuhi, agar akad itu menjadi sah.
a. Ijab qabul (akad)
b. Penggarap dan pemilik tanah (akid)
c. Adanya obyek (ma’qud ilaih)
d. Harus ada ketentuan bagi hasil.4152
2.3 Syirkah
1. Pengertian
Syirkah
Menurut
bahasa, syirkah berarti perhimpunan (serikat / persekutuan), sedangkan menurut
syara’ yaitu Ákad yang menuntut adanya kepastian suatu hak milik dua orang atau
lebih untuk suatu tujuan dengan sistem bagi untung rugi secara merata.
Dasar
hukum syirkah yaitu firman Allah Ta’ala yang artinya: “...Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.....” (QS.
An-Nisaa’: 12)
2. Rukun
dan Macam-Macam Syirkah
Rukun syirkah ada empat, yaitu sighat, pihak yang
berakad, kekayaan dan pekerjaan
Syirkah
terdiri atas empat macam, yaitu:
1)
Serikat
yang berkenaan dengan badan atau pekerjaan
Yaitu
persekutuan dari para pemilik pekerjaan, dengan kesepakatan bahwa hasil dari
pekerjaan yang dilakukan mereka menjadi milik mereka secara merata, baik mereka
melakukan pekerjaan yang sama atau tidak.
2)
Serikat
Dagang
Yaitu serikat dengan ketentuan
para pemilik saham memiliki hak dan kewajiban yang sama, atau persekutuan
beberapa orang dengan menerima hasil dan tanggung jawab secara bersama-sama.
3)
Serikat
Wujuh
Yaitu persekutuan yang di
adakan oleh beberapa orang dalam hal keuntungan bisnis dari perniagaan mereka
hingga masa tertentu.
4)
Serikat
‘inan
Yaitu
perserikatan beberapa orang dalam pengumpulan harta yang dipergunakan untuk
berdagang, atau masing-masing pihak membawa kekayaan untuk dihimpun dengan
kekayaan milik rekanannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirangkum dari
keseluruhan pembahasan di atas, akan dijabarkan satu persatu seperti berikut,
1)
Muzara’ah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah
2)
Mukhabarah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan.
3)
Musaqah adalah penyerahan
pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya, bila sampai
buah pohon masak dia akan diberi imbalan buah dalam jumlah tertentu
4)
Dasar hukum yang dijadikan
landasan Muzara’ah, mukhabarah dan musaqah adalah hadits dari Ibnu Umar: “Sesungguhnya Nabi
SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka
dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah
– buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim).
5)
Disyaratkan dalam muzara’ah
dan mukhabarah maupun musaqah ini ditentukan kadar bagian pekerja atau bagian
pemilik tanah /buah dan hendaknya bagian tersebut adalah hasil yang diperoleh
dari tanah/buah tersebut seperti sepertiga, seperempat atau lebih dari
hasilnya.
6)
Ada perbedaan pendapat
mengenai hukum dari muzaraah dan mukhabarah di kalangan ulama’ salaf, ada yang
mengatakan muamalah ini haram dan ada yang membolehkannya dikarenakan perbedaan
pemahaman hadits Nabi Muhammad SAW.
7)
Hukum dari muzaraah,
mukhabarah dan musaqah ada yang bersifat sahih yaitu akad dari muamalah
tersebut sesuai dengan ketentuan syara’ dan ada yang bersifat fasid (rusak)
yaitu akad yang tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’.
8) Syirkah
yaitu Ákad yang menuntut adanya kepastian suatu hak milik dua orang atau lebih
untuk suatu tujuan dengan sistem bagi untung rugi secara merata.
9) Rukun syirkah ada
empat, yaitu sighat, pihak yang berakad, kekayaan dan pekerjaan
3.2 Saran
Saran yang mampu penulis kemukan dalam makalah
ini yaitu hendaknya setiap melakukan pekerjaan atau kegiatan harus berlandaskan
hukum-hukum agama agar pada saat melakukan suatu transaksi, kerja sama, jual
beli atau hutang piutang tidak merasa berat sebelah. Artinya, merasa dirugikan
dan merugikan orang lain. Sebab dengan perbuatan yang tidak sejalan dengan
hukum islam tersebut, dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain sehingga
akan timbul perasaan kesal, marah bahkan dendam akibat perbuatan yang demikian.
DAFTAR PUSTAKA
ASEP
MUKHLIS. 2014. http://gurat26.blogspot.co.id/2014/01/makalah-musaqah-muzaraah-mukhabarah.html. Diakses tanggal 30 Januari
2016 pukul 10.10 wita
http://ukhuwahislah.blogspot.co.id/2014/05/makalah-fiqih-muamalah-syirkah.html