Minggu, 13 Oktober 2013

Kultur Jaringan


Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya pengetahuan tentang tanaman yang berkhasiat obat, diketahui banyak jenis tanaman yang ber-manfaat sebagai obat. Salah satu jenis tanaman yang dapat diguna-kan sebagai obat adalah sambang nyawa. Tanaman sambang nyawa (Gynura procumbens) termasuk ke dalam suku Asteraceae, dan pada beberapa daerah dikenal dengan sebutan ngokilo. Sambang nyawa merupakan salah satu tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan berfungsi untuk menurunkan kadar gula darah, gangguan pada kantong kemih, menurunkan panas, menghilang-kan rasa nyeri pada pembengkakan, dan juga penyakit ginjal. Sebuah hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sam-bang nyawa mampu menghambat pertumbuhan tumor pada mencit karena diinfus dengan benzpirena. Lebih jauh dinyatakan bahwa pada dosis 2,23 mg/0,2 ml dan 4,46 mg/0,2 ml dari ekstrak heksan mampu menghambat pertumbuh-an kanker. Sambang nyawa bersifat manis, tawar, dingin dan sedikit toksik. Rasa manis mempunyai sifat menguatkan (tonik) dan menyejukkan (Sawitra, 2009)
sambang nyawa dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, ping-giran hutan, padang rumput dan ditemukan pada ketinggian 1 - 1.200 m dpl, tumbuh di dataran yang beriklim sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500 – 3.500 mm/tahun dan tumbuh baik pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur. Sambang nyawa merupakan ta-naman semak semusim dengan ting-gi 20 - 60 cm. Batangnya lunak, de-ngan penampang bulat, berwarna hijau keunguan. Daun sambang nyawa tunggal, bentuk bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang, panjang mencapai 15 cm lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging, ujung dan pangkal me-runcing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut. Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah (Sawitra, 2009)
Perbanyakan sambang nyawa dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman setek batang dan tunas akar. Setek batang yang digunakan  berukuran
2
panjang 15 - 20 cm. Bila menggunakan tunas akar dilakukan dengan mencabut atau memisahkan tunas dari tanaman induk. Penanam-an tunas dilakukan seperti pada stek batang. Media tanam yang diguna-kan adalah campuran tanah + pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Tanaman sebaiknya mendapat naungan dengan mendapatkan in-tensitas sinar matahari sekitar 60%. Penyiraman dilakukan setiap hari de-ngan lama penyemaian 2 - 3 bulan (Sawitra, 2009)
Aplikasi teknologi dengan cara kultur jaringan dapat juga diterapkan untuk memperoleh bahan tanaman seragam secara cepat dan mendapat-kan tanaman yang bebas penyakit serta dapat juga diterapkan teknik penyimpanan plasma nutfah. Media untuk multiplikasi tunas sambang nyawa adalah Murashige dan Skoog yang dapat diperkaya dengan Benzil Adenin pada konsentrasi 0 sampai 1 mg/l. Penggunaan media MS tanpa zat pengatur tumbuh dapat diterap-kan pada tahap awal kultur, karena tingginya kandungan auksin en-dogen, dan pada media tersebut menghasilkan jumlah tunas rata-rata 5,4 setelah masa kultur 2 bulan . Penambahan BA pada media dilakukan setelah memasuki umur kultur 2 tahun, bila tidak ada penambahan zat pengatur tumbuh, daya multiplikasi tunas rendah. Sambang nyawa diduga memiliki kandungan hormon endogen yang cukup untuk multiplikasi tunas (Sawitra, 2009)

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum yang dilaksanakan adalah:  

  1. Untuk melakukan perbanyakan tanaman sambaing nyawa melalui teknik kultur jaringan 
  2. Untuk mengetahui metode kerja kultur jaringan
Tinjauan Pustaka
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali. Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Secara lebih rinci dan jelas berikut ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan  (hamdan, 2008)
Manfaat lain dari kultur jaringan adalah bibit (hasil) yang didapat berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat, sifat identik dengan induk, dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki, metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanam (hamdan, 2008)
Kultur jaringan juga merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. (Anonim1, 2008)
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan  tambahan  seperti  agar,  gula,  dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Abdilah, 2009)
Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar. Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel dengan menggunakan  agar  atau  pengganti  agar  sperti  Gelrite
atau Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab komersial  (Anonim3, 2008)
Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media (Anonim3, 2008)
 Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan  komposisi  media  dapat  mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman (Anonim2, 2008)
Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada   media  MS,  tidak  terdapat  zat  pengatur  tumbuh  (ZPT)  oleh  karena  itu  ZPT
ditambahkan pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur (Anonim2, 2008)
Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak  semestinya (Anonim2, 2008).

Daftar Pustaka
Abdilah, Ega. 2009. Teknik Kultur Jaringan. http://missriing.multiply.com/journal. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA

Anonim1. 2009. Kultur Jaringan. . http://belchunk.blogspot.com/2008/11/. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA

Anonim2. 2009. Kultur Jaringan. http://id.wikipedia.org/wiki/kultur jaringan. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA

Anonim3. 2009. Media Kultur Jaringan. http://www.fp.unud.ac.id/biotek/. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA

Hamdan. Manfaat Kultur Jaringan. motor.blogspot.com/2008 /07/kultur -jaringan .html - 169k. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA

Sawitra. 2009. Daun Sambang Nyawa. http://fharmacy.blogspot.comdaun-sambung-nyawa.html. Diakses  tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA


 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar