Latar Belakang
Seiring
dengan berkembangnya pengetahuan tentang tanaman yang berkhasiat obat,
diketahui banyak jenis tanaman yang ber-manfaat sebagai obat. Salah satu jenis
tanaman yang dapat diguna-kan sebagai obat adalah sambang nyawa. Tanaman
sambang nyawa (Gynura procumbens) termasuk ke dalam suku Asteraceae, dan pada
beberapa daerah dikenal dengan sebutan ngokilo. Sambang nyawa merupakan salah
satu tanaman obat yang cukup potensial untuk dikembangkan berfungsi untuk
menurunkan kadar gula darah, gangguan pada kantong kemih, menurunkan panas,
menghilang-kan rasa nyeri pada pembengkakan, dan juga penyakit ginjal. Sebuah
hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol daun sam-bang nyawa mampu
menghambat pertumbuhan tumor pada mencit karena diinfus dengan benzpirena.
Lebih jauh dinyatakan bahwa pada dosis 2,23 mg/0,2 ml dan 4,46 mg/0,2 ml dari
ekstrak heksan mampu menghambat pertumbuh-an kanker. Sambang nyawa bersifat
manis, tawar, dingin dan sedikit toksik. Rasa manis mempunyai sifat menguatkan
(tonik) dan menyejukkan (Sawitra, 2009)
sambang
nyawa dapat tumbuh di selokan, pagar rumah, ping-giran hutan, padang rumput dan
ditemukan pada ketinggian 1 - 1.200 m dpl, tumbuh di dataran yang beriklim
sedang sampai basah dengan curah hujan 1.500 – 3.500 mm/tahun dan tumbuh baik
pada tanah yang agak lembab sampai lembab dan subur. Sambang nyawa merupakan
ta-naman semak semusim dengan ting-gi 20 - 60 cm. Batangnya lunak, de-ngan
penampang bulat, berwarna hijau keunguan. Daun sambang nyawa tunggal, bentuk
bulat telur dan berwarna ungu kehijauan, tepi daun rata atau agak bergelombang,
panjang mencapai 15 cm lebar 7 cm. Daun bertangkai, letak berseling, berdaging,
ujung dan pangkal me-runcing, serta pertulangan menyirip dan berakar serabut.
Tanaman ini tidak berbunga dan berbuah (Sawitra, 2009)
Perbanyakan
sambang nyawa dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman setek batang dan tunas
akar. Setek batang yang digunakan berukuran
2
panjang 15 - 20
cm. Bila menggunakan tunas akar dilakukan dengan mencabut atau memisahkan tunas
dari tanaman induk. Penanam-an tunas dilakukan seperti pada stek batang. Media
tanam yang diguna-kan adalah campuran tanah + pupuk kandang dengan perbandingan
1 : 1. Tanaman sebaiknya mendapat naungan dengan mendapatkan in-tensitas sinar
matahari sekitar 60%. Penyiraman dilakukan setiap hari de-ngan lama penyemaian
2 - 3 bulan (Sawitra, 2009)
Aplikasi
teknologi dengan cara kultur jaringan dapat juga diterapkan untuk memperoleh
bahan tanaman seragam secara cepat dan mendapat-kan tanaman yang bebas penyakit
serta dapat juga diterapkan teknik penyimpanan plasma nutfah. Media untuk
multiplikasi tunas sambang nyawa adalah Murashige dan Skoog yang dapat
diperkaya dengan Benzil Adenin pada konsentrasi 0 sampai 1 mg/l. Penggunaan
media MS tanpa zat pengatur tumbuh dapat diterap-kan pada tahap awal kultur,
karena tingginya kandungan auksin en-dogen, dan pada media tersebut
menghasilkan jumlah tunas rata-rata 5,4 setelah masa kultur 2 bulan . Penambahan
BA pada media dilakukan setelah memasuki umur kultur 2 tahun, bila tidak ada
penambahan zat pengatur tumbuh, daya multiplikasi tunas rendah. Sambang nyawa
diduga memiliki kandungan hormon endogen yang cukup untuk multiplikasi tunas
(Sawitra, 2009)
Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan dari praktikum yang dilaksanakan adalah:
- Untuk melakukan perbanyakan tanaman sambaing nyawa melalui teknik kultur jaringan
- Untuk mengetahui metode kerja kultur jaringan
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk
mengisolasi, sel, protoplasma,
jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga
bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman sempurna kembali. Kegunaan utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak
dalam waktu yang relatif singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Dari teknik kultur jaringan tanaman
ini diharapkan juga memperoleh tanaman baru yang
bersifat unggul. Secara lebih
rinci dan jelas berikut
ini akan dibahas secara khusus kegunaan dari kultur jaringan terhadap berbagai ilmu pengetahuan (hamdan, 2008)
Manfaat lain dari kultur jaringan adalah bibit (hasil) yang didapat
berjumlah banyak dan dalam waktu yang singkat, sifat identik dengan induk, dapat
diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki, metabolit sekunder tanaman segera
didapat tanpa perlu menunggu tanam (hamdan, 2008)
Kultur
jaringan juga merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian
tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari
teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian
vegetatif tanaman menggunakan media. Yang paling esensial adalah wadah dan media
tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan
untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media
tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan
memperbanyak dirinya. (Anonim1,
2008)
Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya
terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula,
dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan
juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari
kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung
reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga harus disterilkan
dengan cara memanaskannya dengan autoklaf (Abdilah, 2009)
Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media
cair. Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi
dicampurkan pada agar. Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang
dibuat seperti gel dengan menggunakan
agar atau pengganti
agar sperti Gelrite
atau
Phytagel. Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada
konsentrasi tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia,
sehingga difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi
seperti Difco BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan
lain yang mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang
– kadang digunakan pada lab komersial
(Anonim3, 2008)
Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration
(vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk
mengatasi masalah ini, produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma.
Produk ini merupakan campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan
kedua produk sekaligus mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat
di lab dengan mencampurkan 1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen
pengental untuk 1 L media (Anonim3, 2008)
Komposisi
media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya. Perbedaan
komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan
perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara in vitro. Media Murashige dan Skoog (MS) sering
digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk
pertumbuhan tanaman (Anonim2, 2008)
Nutrien
yang tersedia di media berguna untuk metabolisme,
dan vitamin
pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi. Pada media MS,
tidak terdapat zat pengatur
tumbuh (ZPT) oleh
karena itu ZPT
ditambahkan
pada media (eksogen). ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Interaksi dan keseimbangan
antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel
secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur
(Anonim2, 2008)
Penambahan
hormon tumbuhan
atau zat pengatur tumbuh
pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik
kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk,
tunas,
akar
maupun daun
pada lokasi yang tidak semestinya (Anonim2,
2008).
Daftar Pustaka
Abdilah, Ega.
2009. Teknik Kultur Jaringan. http://missriing.multiply.com/journal. Diakses
tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA
Anonim1.
2009. Kultur Jaringan. . http://belchunk.blogspot.com/2008/11/.
Diakses tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA
Anonim2.
2009. Kultur Jaringan. http://id.wikipedia.org/wiki/kultur jaringan. Diakses tanggal 11 Oktober
2010 pukul 17.00 WITA
Anonim3.
2009. Media Kultur Jaringan.
http://www.fp.unud.ac.id/biotek/. Diakses
tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA
Hamdan. Manfaat Kultur Jaringan. motor.blogspot.com/2008
/07/kultur -jaringan .html - 169k. Diakses tanggal 11 Oktober
2010 pukul 17.00 WITA
Sawitra. 2009. Daun
Sambang Nyawa. http://fharmacy.blogspot.comdaun-sambung-nyawa.html. Diakses
tanggal 11 Oktober 2010 pukul 17.00 WITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar