Jumat, 19 Oktober 2018

CERITA RAKYAT PROVINSI SULAWESI TENGAH ASAL MULA IKAN DUYUNG

Dahulu, hiduplah pasangan suami istri dengan tiga anak yang masih kecil. Pagi itu mereka makan nasi dengan ikan. Masing – masing memperoleh bagiannya. Ikan yang dihidangkan rupanya tidak habis. Sebelum berangkat ke kebun, si suami berpesan kepada istrinya. “Bu tolong simpan ikan yang tersisa untuk makan nanti sore.”
“Baik, Pak.” jawab si istri. Pada siang harinya, si istri dan ketiga anaknya makan siang bersama. Tib-tiba si bungsu menangis, ingin ikan yang disimpan di lemari. Dengan sabar, ia mencoba memberi pengertian. “Nak, ikan itu untuk makan ayah nanti sore.” Entah apa yang terjadi, si bungsu malah menangis sekeras-kerasnya. Akhirnya, sisa ikan itu diberikan kepada si bungsu. Seketika itu juga, tangisannya tak terdengar lagi.
Bekerja seharian membuat si ayah begitu lapar dan lelahnya. Terbayang olehnya, ia makan sore dengan ikan. Dengan cekatan, si Ibu menghidangkan makanan. Namun si ayah tidak melihat sisa ikan tadi pagi. Raut mukanya langsung berubah masam.
“Bu, mana sisa ikan tadi pagi?” tanya si ayah. “Maaf, Yah. Si bungsu ketika makan siang menangis, ingin makan dengan ikan,” kata sang ibu.
Akan tetapi bukannya mengerti dengan watak anak bungsunya, ia malah terlihat begitu marah. Saat itu juga, istrinya dipaksa mencari ikan di laut. ‘ibu tidak boleh pulang ke rumah sampai mencapat ikan yang banyak, sebagai pengganti ikan yang dimakan si bungsu,” kata suaminya tanpa belas kasihan. Si ibu pergi dengan rasa sedih dan sakit hati. Ia begitu berat meninggalkan ketiga anaknya, khususnya si bungsu yang masih menyusui.
Sudah lama si ibu tidak kembali ke rumah. Ketiga anak yang masih kecil itu merindukan ibunya. Mereka mencari ibunya ke pinggir laut. Terus saja mereka memanggil-manggil ibunya. Proses pencarian hampir mustahil, karena tidak ada seorang pun ada di situ. Sungguh ajaib, si ibu tiba – tiba muncul dari laut. Dihampirinya si bungsu dan segera disusuinya. Si ibu berpesan agar mereka kembali ke rumah. Kata si ibu, tidak lama lagi ia akan pulang. Mereka patuhi perintah ibunya dan segera pulang. Semalaman mereka menunggu si ibu. Namun, si ibu tak juga kunjung datang. Kecemasan terhadap nasib si ibu. Namun, si ibu tak juga kunjung datang. Kecemasan terhadap nasib si ibu membuat mereka kembali ke laut keesokan harinya.
“Bu, pulanglah ke rumah…! Si Bungsu ingin menyusui ujar si sulung ketika tiba dipinggir laut.
Ibu mereka pun muncul dari laut. Lalu, si ibu menyusui si Bungsu. Barulah kelihatan ada sesuatu yang berubah dengan tubuh ibu. Ada sisik disekujur tubuhnya. Rasa suka cita sirna, berganti rasa ragu dan takut.
“Sini bungsu, ibu akan menyusuimu,” bujuk si ibu. “Tidak!” Kau bukan ibuku!” tukas si bungsu. “Aku adalah ibu kalian, anak-anakku!”
“Bukan! Kau bukan ibu kami!” jawab si sulung sambil menarik adik-adiknya meninggalkan tepi laut. Mereka pun terus menyusuri pantai tanpa tujuan yang jelas. Tiap kali mereka memanggil si ibu, tiap itu pula muncul si ibu dengan tubuhnya yang disesaki sisik ikan. Akhirnya, ibu itu menjadi ikan duyung. Separuh tubuhnya berwujud manusia dan separuhnya lagi berwujud ikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar