Rabu, 24 Desember 2014

Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Pabrik CPO

I. PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan-perusahaan besar melalui Undang-undang Ketenaga kerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa  program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek yang penting dalam aktivitas dunia industri. Relativitas kadar penting tidaknya akan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ini tergantung pada seberapa besar pengaruhnya terhadap subjek dan objek itu sendiri. K3 menjadi wacana industry abad ini setelah ditemukannya teori – teori yang representative yang mendukung akan improvisasi dalam konteks keselamatan dan manajemen resiko yang muncul dalam kegiatan industri yang lebih luas (Ridwan, 2010)
Menurut Dewan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) Pelaksanaan K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta bebas pencemaran lingkungan menuju peningkatan produktivitas sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Seperti kita ketahui bahwa kecelakaan kerja bukan hanya menimbulkan korban jiwa maupun kerugian material bagi pekerja dan pengusaha tetapi dapat juga mengganggu proses produksi secara menyeluruh dan merusak lingkungan yang akhirnya berdampak kepada masyarakat luas. Karena itu perlu dilakukan upaya yang nyata untuk mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja secara maksimal. Apabila kita lakukan analisis secara mendalam maka kecelakaan, peledakan, kebakaran dan penyakit akibat kerja pada umumnya disebabkan tidak dijalankannya syarat-syarat K3 secara baik dan benar (DK3N, 2010)
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaan perusahaan besar melalui Undang-undang Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000 lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar disebabkan oleh masih adanya anggapan bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika diperhitungkan besarnya dana kompensasi/santunan untuk korban kecelakaan kerja sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari 190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan (Warta Ekonomi, 2 juni 2006 dalam Iman dan Moses, 2011). Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia Anas Zaini Z Iksan mengatakan, “setiap tahun terjadi 96.000 kasus kecelakaan kerja”. Dari jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja terjadi pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di sektor Industri manufaktur (Suara Karya, 2010 dalam Iman dan Moses, 2011).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sangat berperan penting di dalam Pabrik Kelapa sawit, karena proses Pembuatan Minyak CPO di Pabrik kelapa sawit banyak menggunakan alat-alat berat dan bahan-bahan kimia sehingga apabila bekerja tidak mengindahkan prinsip K3 maka akan berdampak buruk bagi para pekerja.
Menurut Balai Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati (biodiesel). Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Diperkirakan pada tahun 2009, Indonesia akan menempati posisi pertama produsen sawit dunia. Produktivitas kebun sawit rakyat rata-rata 16 ton Tandan Buah Segar (TBS) per ha, sementara potensi produksi bila menggunakan bibit unggul sawit bisa mencapai 30 ton TBS/ha. Produktivitas CPO (Crude Palm Oil) perkebunan rakyat hanya mencapai rata-rata 2,5 ton CPO per ha dan 0,33 ton minyak inti sawit (PKO) per ha, sementara di perkebunan negara rata-rata menghasilkan 4,82 ton CPO per hektar dan 0,91 ton PKO per hektar, dan perkebunan swasta rata-rata menghasilkan 3,48 ton CPO per hektar dan 0,57 ton PKO per hektar (BB Pengkajian, 2008).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada 15 °LU-15 °LS. Ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 0-500 m dpl. Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 °C. Intensitas penyinaran matahari sekitar 5-7 jam/hari. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90 %. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Nilai pH yang optimum adalah 5,0–5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. (Agrindo, 2010 ).
Di Indonesia khususnya di kalimantan Selatan banyak tersebar perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Salah satu perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan adalah PT X yang terletak diderah Kabupaten Tanah Bumbu. PT X tidak hanya perkebunan kelapa sawit saja namun juga memiliki pabrik pengolahan minyak CPO.  Setiap perusahaan khususnya PT X tentu saja memerlukan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk diterapkan, karena dengan adanya Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, kecelakaan kerja dapat diminimalkan sehingga produktivitas pekerja/karyawan pun dapat meningkat dan kesehatan pekerja tersebut dapat terjamin sehingga proses produksi pun menjadi lancar.
I.2  Tujuan
1.2.1  TujuanUmum
     Tujuan umum dari praktik kerja lapang ini adalah mempelajari keadaan perusahaan secara umum yang mencakup sejarah dan perkembangan perusahaan, ruang lingkup usaha, proses produksi, system manajemen didalam perusahaan, struktur organisasi dan ketenagakerjaan, pengawasan mutu produk,  lokasi dan tata letak pabrik, struktur organisasi dan ketenagakerjaan, pengelolaan limbah dan lain-lain secara umum.
1.1.2.  TujuanKhusus
Tujuan khusus dari praktik kerja lapang ini adalah sebagai berikut :
1.      Mempelajari sistem manajemen K3 pada produksi kelapa sawit mulai persiapan bahan        baku, pengolahan dan pengiriman.
2.   Mampu memberikan saran konstruktif pada perusahaan yang berhubungan dengan  aspek manajemen K3.

1.3  Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan praktik kerja lapang ini adalah :
1.      Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman kerja bagi mahasiswa di luar kegiatan    perkuliahan.
2.      Memberikan pandangan kedepan bagi mahasiswa untuk memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.
3.    Mahasiswa diharapkan mampu meningkatkan kualitas diri setelah selesai melaksanakan praktik kerja lapang.
4.  Menjalin hubungan/kemitraan yang baik antara perguruan tinggi dengan Perusahaan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan terpercaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar