YasmineWildblood dan Abi Yapto ingin pernikahan yang simple, seperti
itulah judulsebuah surat kabar online yang barusan saya baca. Dalam
beberapa pekan inikabar seputar pernikahan artis marak dibicarakan di
media-media masa, sepertipernikahan Tengku Wisnu dengan Shirene Sungkar
yang terlihat begitu manis danpenuh cinta serta pembatalan pernikahan
yang mengejutkan dari artis cantik yang telah banyak membintangi
sinetron-sinetron di layar kaca, Asmirandah. Tak hanya dari kalangan
artis saja, tetapi dari kalangan orang-orang terdekat pun dalam
pekan-pekan ini banyak yang melangsungkan acara pernikahan. Hal tersebut
mengingatkan pada pembicaraan saya bersama dua orang sahabat pada
beberapa bulan lalu. Entah kenapa pada saat itu kami membicarakan
tentang pernikahan dan tipe pria idaman yang ingin dijadikan suami di
masa depan kelak. Yah, tak dapat dipungkiri di usia yang terbilang tak
remaja lagi, topik pembicaraan tentang pernikahan bukan hal yang tabu
lagi untuk dibicarakan mengingat saat itu kami sudah menyandang predikat
mahasiswi tingkat akhir yang sebentar lagi bakal memasuki lingkungan
kerja. Walau kenyataannya cuma saya yang masih menyandang predikat
mahasiswi tingkat akhir, yang sampai saat ini belum kelar-kelar juga
meraih gelar sarjana.
“Aku ingin punya suami yang
bisa membimbingku pada kebaikan,” ucap Keyla (nama samaran),teman satu
kost yang usianya lebih muda satu bulan dari umur saya. Diantara kami
bertiga, dialah yang sudah mempunyai kekasih, sedangkan saya dan Louise
(nama samaran) masih berstatus abal-abal.
“Ya, aku
juga ingin punya suami seperti itu, tetapi dia harus kaya dan tampan.
Yah, meskipun tidak tampan paling tidak harus kaya. Soal wajah tampan
itu gampang saja, kan sekarang udah canggih bisa oplas di korea.” Jelas
saya sambil memeluk bantal bergambar teddy bear berwarna cokelat dengan
rumbai-rumbai kecil di sekelilingnya.
“Wah! Kalau
aku lain lagi,” semangat Louise. “Aku pengen punya suami yang lebih
pintar daripada aku, terus dia harus mapan. Nanti kalau kami menikah,
aku pengen punya rumah di tengah-tengah danau dan sekeliling rumah
dilapisi dengan kaca biar pemandangan luar bisa dilihat dari dalam.”
“Kamu
maubikin rumah di mana? Orang di sini ngak ada danau, kok. Yang ada
cuma sungai doank,” ujar saya, mengingat daerah tempat tinggal kami
memang tidak ada danau,yang ada hanya sungai yang memanjang luas entah
sampai kemana, soalnya saya belum pernah bertanya apalagi survei
mengenai hal itu.
“Ha..ha..ha..”Keyla tertawa kecil. “Ntar kalau mau nganter anaknya ke sekoleh harus pakai dayung dulu, donk. Lama amat.”
“Ya, enggaklah. Itu kan rumah buat bulan madu aja,” jawab Louise.
“Loh! Katanya tadi rumah tempat tinggal, kok sekarang malah buat bulan madu saja sih,” balas Keyla.
“Enggak, itu buat bulan madu, kalau rumah tempat tinggal nanti lain lagi,” ujar Louise menerangkan.
“Terus,
bikin rumah di tengah-tengah sungainya bagaimana? Harus berenang dulu,”
tanya saya kemudian. Soalnya bagi saya itu hal yang sulit membuat rumah
di tengah-tengah sungai. Apa memang bisa? Entahlah mungkin itu hanya
sebuah mimpi kecil dari kami.
“Aku cuma pengen
punya rumah yang mungil dan di halaman depannya ada rumput-rumput kecil
seperti rumput di lapangan sepak bola,” ujar Keyla kemudian.
“Kalau
aku ngak ribet-ribet, cuma pengen rumah yang kamarnya punya loteng
mirip dengan kamarnya Ashiya Mizuki dalam drama Hanazakari no kimitachi
E, biar bisa jadi perpustakaan pribadi nantinya,” sayapun ikut-ikutan.
Meskipun tidak semua percakapan malam itu tertulis dengan baik, namun
setidaknya ada beberapa hal yang diingat dan menjadi point dari
mimpi-mimpi sahabat saya. Entah kelak apakah mimpi-mimpi itu dapat
terwujud atau hanya sekedar mimpi belaka. Hanya Tuhan dan waktu yang
dapat menjawabnya.
NB: sebagian besar banyak yang lupa tentang percakapan ini, apalagi yang bikin ketawa ngakak membayangkannya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar