Senin, 09 Desember 2013

Setitik Impian Para Gadis

YasmineWildblood dan Abi Yapto ingin pernikahan yang simple, seperti itulah judulsebuah surat kabar online yang barusan saya baca. Dalam beberapa pekan inikabar seputar pernikahan artis marak dibicarakan di media-media masa, sepertipernikahan Tengku Wisnu dengan Shirene Sungkar yang terlihat begitu manis danpenuh cinta serta pembatalan pernikahan yang mengejutkan dari artis cantik yang telah banyak membintangi sinetron-sinetron di layar kaca, Asmirandah. Tak hanya dari kalangan artis saja, tetapi dari kalangan orang-orang terdekat pun dalam pekan-pekan ini banyak yang melangsungkan acara pernikahan. Hal tersebut mengingatkan pada pembicaraan saya bersama dua orang sahabat pada beberapa bulan lalu. Entah kenapa pada saat itu kami membicarakan tentang pernikahan dan tipe pria idaman yang ingin dijadikan suami di masa depan kelak. Yah, tak dapat dipungkiri di usia yang terbilang tak remaja lagi, topik pembicaraan tentang pernikahan bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan mengingat saat itu kami sudah menyandang predikat mahasiswi tingkat akhir yang sebentar lagi bakal memasuki lingkungan kerja. Walau kenyataannya cuma saya yang masih menyandang predikat mahasiswi tingkat akhir, yang sampai saat ini belum kelar-kelar juga meraih gelar sarjana. 

“Aku ingin punya suami yang bisa membimbingku pada kebaikan,” ucap Keyla (nama samaran),teman satu kost yang usianya lebih muda satu bulan dari umur saya. Diantara kami bertiga, dialah yang sudah mempunyai kekasih, sedangkan saya dan Louise (nama samaran) masih berstatus abal-abal.

“Ya, aku juga ingin punya suami seperti itu, tetapi dia harus kaya dan tampan. Yah, meskipun tidak tampan paling tidak harus kaya. Soal wajah tampan itu gampang saja, kan sekarang udah canggih bisa oplas di korea.” Jelas saya sambil memeluk bantal bergambar teddy bear berwarna cokelat dengan rumbai-rumbai kecil di sekelilingnya.

“Wah! Kalau aku lain lagi,” semangat Louise. “Aku pengen punya suami yang lebih pintar daripada aku, terus dia harus mapan. Nanti kalau kami menikah, aku pengen punya rumah di tengah-tengah danau dan sekeliling rumah dilapisi dengan kaca biar pemandangan luar bisa dilihat dari dalam.”

“Kamu maubikin rumah di mana? Orang di sini ngak ada danau, kok. Yang ada cuma sungai doank,” ujar saya, mengingat daerah tempat tinggal kami memang tidak ada danau,yang ada hanya sungai yang memanjang luas entah sampai kemana, soalnya saya belum pernah bertanya apalagi survei mengenai hal itu.

“Ha..ha..ha..”Keyla tertawa kecil. “Ntar kalau mau nganter anaknya ke sekoleh harus pakai dayung dulu, donk. Lama amat.”

“Ya, enggaklah. Itu kan rumah buat bulan madu aja,” jawab Louise.

“Loh! Katanya tadi rumah tempat tinggal, kok sekarang malah buat bulan madu saja sih,” balas Keyla.

“Enggak, itu buat bulan madu, kalau rumah tempat tinggal nanti lain lagi,” ujar Louise menerangkan.

“Terus, bikin rumah di tengah-tengah sungainya bagaimana? Harus berenang dulu,” tanya saya kemudian. Soalnya bagi saya itu hal yang sulit membuat rumah di tengah-tengah sungai. Apa memang bisa? Entahlah mungkin itu hanya sebuah mimpi kecil dari kami.

“Aku cuma pengen punya rumah yang mungil dan di halaman depannya ada rumput-rumput kecil seperti rumput di lapangan sepak bola,” ujar Keyla kemudian.

 “Kalau aku ngak ribet-ribet, cuma pengen rumah yang kamarnya punya loteng mirip dengan kamarnya Ashiya Mizuki dalam drama Hanazakari no kimitachi E, biar bisa jadi perpustakaan pribadi nantinya,” sayapun ikut-ikutan. Meskipun tidak semua percakapan malam itu tertulis dengan baik, namun setidaknya ada beberapa hal yang diingat dan menjadi point dari mimpi-mimpi sahabat saya. Entah kelak apakah mimpi-mimpi itu dapat terwujud atau hanya sekedar mimpi belaka. Hanya Tuhan dan waktu yang dapat menjawabnya.

NB: sebagian besar banyak yang lupa tentang percakapan ini, apalagi yang bikin ketawa ngakak membayangkannya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar