Sabtu, 22 Juni 2019

Qorun di Zaman Milenial

"Lebih mudah bersabar di waktu sempit ketimbang bersabar di waktu lapang"





Sabar, kata yang sangat mudah diucap lisan, namun susah diresap hati. Banyak insan yang mengata sabar, namun perilaku tak mencerminkan kata sabar. Sabar berbuah pahala yang tiada terhingga, ibarat lautan yang tak kering walau ditimba puluhan kali. Begitulah sabar, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh insan yang telah dipilih-Nya.

Waktu sempit, saat tak ada pundi-pundi uang yang cukup di genggaman, kita mampu bersabar untuk bertahan. Tidak membelanjakannya bila tidak mendesak. Dan tidak pula membelanjakannya untuk hal-hal unfaedah dan tak bermanfaat. Kita puas hanya dengan yang dimiliki sekarang dan tak berangan-angan lebih dengan kata seandainya dan seandainya. Meskipun ingin gadget yang canggih, mobil yang mewah ataupun pakaian yang indah, kita selalu mampu bertahan untuk tidak membelinya karena memang tak ada kesanggupan untuk membeli.  Namun saat kelapangan datang dan harta melimpah ruah, masihkah kita sanggup bertahan untuk tidak membelinya? Mencukupi rasa dahaga akan kemewahan dunia? Jawabnya mungkin tidak! Hati yang lemah dengan kelapangan, membuat kita menurunkan waspada terhadap kesabaran. Kita terbuai untuk membeli barang-barang unfaedah dan tak bermanfaat. Toh, uang kita banyak, untuk apa ditahan. Selanjutnya bakal banyak barang-barang memenuhi ruangan rumah yang sebagian besar tidak kita perlukan demi memenuhi hasrat dalam diri. Tanpa sadar kita telah melakukan pemborosan yang mendekatkan diri kepada syaiton.

Bersabar memang hal yang sulit apalagi dikipasi oleh napsu yang datangnya dari syaiton. Kelapangan menjadi bukti nyata melemahkan iman bila kita tak mampu mengelolanya. Masih ingatkah kita dengan Qorun, pria miskin yang taat beribadah. Dia selalu beribadah kepada tuhan-Nya siang dan malam. Tak pernah lelah dan putus asa sampai Allah Swt mengabulkan segala doanya dan menjadi sosok kaya di kota itu pada masanya. Qorun, pria miskin yang taat beribadah, kini terlihat jarang beribadah dan meminta kepada tuhan-Nya seperti dahulu sebelum harta mendatanginya. Kini dia disibukkan dengan emas dan harta, dan lupa pada Allah yang menganugerahkan semua kepadanya. Dengan harta, dirinya berkuasa dan merasa lebih hebat hingga mengaku menjadi tuhan. Lihat, betapa kelapangan dan harta mampu membuat seseorang menjadi buta. Sabar kini tiada arti lagi bagi mereka-mereka yang lupa.



Lantas apakah kita bernah perfikir, bahwa kita adalah salah satu jelmaan Qorun di zaman milenial, zaman yang tak lepas dari teknologi canggih dan gadget? Sebelum datangnya gadget yang canggih, kita tidak pernah berprilaku ria dan sombong dengan menampilkan harta dan kelapangan pada khalayak ramai melalui sosial media karena pada zaman itu kita belum mengenal istilah sosmed, dan gadget yang digunakan pun hanya sebatas kirim SMS dan sambungan selular. Saat itu Kita mampu bersabar dalam keterbatasan. Namun setelah gadget dan sosmed menjadi virus dalam setiap sendi darah kita, kita menjadi lupa untuk bersabar. Kesombongan dan sifat ria nampak pada setiap status dan foto yang kita upload di sosmed. Tak jarang pula aurat yang biasanya kita tutup, kini terpajang bebas bagai lukisan indah yang menjadi candu mata bagi yang melihatnya. Sadar atau tidak sadar, kita melakukannya. Sabar pun serasa menguap dan terbang entah kemana. Seandainya kita sabar, lapang ataupun sempit, kita tetaplah kita. Tak mudah untuk tergoda dan tetap istiqomah di jalan-Nya. Ini bukan celaan, hanya mengingatkan bagi diri kita, kita dan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar