Minggu, 02 Juni 2019

Me & 30 Day Writing Challenge



Tidak semua orang menyukai tantangan. Namun dengan adanya tantangan mampu memacu adrenalin dan semangat untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan. Sama halnya dengan kehidupan apabila tidak ada tandangan pasti hidup akan terasa hambar dan membosankan, bukan? Nah, kali ini pun saya mengalami tantangan yang serupa dalam bidang kepenulisan. Seseorang yang belum saya kenal di instagram tiba-tiba memposting info 30 hari tantangan menulis selama bulan ramadhan, yang entah mengapa membuat saya tertarik untuk mengikutinya.

Dengan niat coba-coba, saya pun ikut bergabung dengan group WA kepenulisan yang beliau gawangi. Peserta yang kini sah menjadi anggota kurang lebih 77 orang termasuk adminnya sendiri yaitu mbak Yusni Agus Safitri. Beliaulah yang mencetuskan ide menulis artikel, cerpen, goresan pena atau curhat sekalipun selama 30 hari di bulan ramadhan yang mana bakal diposting di blog atau instagram masing-masing peserta. Awalnya saya ragu untuk mengikuti group tersebut dan tidak yakin dengan diri sendiri apakah mampu untuk melaksanakan tantangan tersebut atau tidak, mengingat selama ini saya tidak pernah mampu mengikuti tantangan di group kepenulisa.   Bagi saya membuat tulisan dengan tema berbeda-beda setiap hari selama 30 hari bukanlah perkara yang muda. Dengan niat setengah matang saya mencoba bertahan dan mengikuti arus waktu yang kian berputar.

Sampai pada hari H, hari di mana setiap peserta diminta membuat tulisan dan mempostingnya di blog, saya merasa kian meragu. Meski demikian saya paksa tubuh dan pikiran untuk menulis, yang kemudian lahirlah tulisan pertama berjudul “Menyambut Ramadhan dengan Surah Al-Fath”. Mungkin karena kebiasaan orang rumah menyambut ramadhan dengan Surah Al-Fath, ide tersebut muncul untuk segera direalisasikan. Berbekal niat yang maju mundur akhirnya hari pertama telah selesai saya penuhi.

Hari kedua tantangan saya tidak mempunyai ide apa-apa, semuanya terasa buram dan kacau. Mencoba merefresh otak, saya kemudian menjelajah sosial media dengan niat mencari ide yang mungkin bisa dijadikan inspirasi tulisan di hari kedua. Perlahan-lahan saya membaca chat peserta lain yang masuk. Mereka begitu antusias menyambut tantangan ini berbeda sekali dengan saya yang kian hari kian meragu. Akhirnya saya pun ikut berdiskusi tentang apa-apa saja kira-kira tema yang bisa diambil. Waktu itu, kalau tidak salah mbak Dira Arin mengusulkan untuk mengambil tema yang ada di lingkungan sehari-hari. Saya pun kemudian berpikir, hidup saya yang monoton tentu tidak ada hal menarik yang bisa dijadikan ide untuk sebuah tulisan. Saya menyerah untuk mengambil tema yang berhubungan dengan lingkungan yang ada di sekitar kehidupan saya dan mencoba memikirkan tema lain.

Hari kedua masih belum ada tanda-tanda tulisan bakal kelar. Selepas sahur, tiba-iba ide datang. Dengan berbekal kitab fikih kelas 3 Awwaliyah yang baru saja saya pelajari, saya pun mengambil tema berkaitan dengan hal-hal yang membatalkan puasa. Tulisan itu berhasil selesai setelah pukul 7 pagi yang kemudian saya posting di blog. Saya lihat list pengirim pun telah banyak dan saya mendapat urutan nomor belas-belasan.  Antusias mereka dalam menulis sungguh luar biasa, membuat saya ikut terpacu agar dapat mensejajarkan langkah dengan mereka.

Hari berikutnya ide mengalir dengan lancar, sebagian terinspirasi dari tulisan-tulisan peserta lain dan tidak jarang pula murni muncul dari pemikiran sendiri. Biasanya saya mencuri-curi waktu kosong di tempat kerja ketika pekerjaan telah usai untuk menulis barang satu atau dua paragraf. Tulisan tersebut tidak lantas lancar jaya, terkadang mengalir dan terkadang pula sendat di tengah jalan yang nantinya mesti saya rampungkan kembali di rumah. Tulisan itu kembali saya rampungkan ketika sahur menjelang. Seusai sahur, saya menulis kata demi kata hingga paragraph menjelma di layar handphone yang kusam.

Begitulah yang terjadi pada hari-hari berikutnya. Bahkan yang paling parah, ide itu muncul di waktu sholat tarawih. Kata orang, benda apapun yang kita lupakan bakal teringat ketika sholat dan hal itu juga terjadi pada saya. Saat saya terlambat sholat isya berjamaah, saya memutuskan untuk sholat masbuk. Seharusnya pada waktu imam salam yang kedua, saya berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal. Bukannya berdiri, saya malah mengikuti imam salam karena pikiran yang melantur memikirkan ide-ide tulisan yang muncul silih berganti. Menyadari kesalahan yang saya perbuat, saya kemudian kembali sholat isya karena sholat yang pertama tidaklah sah.

Begitu banyak hal yang saya dapat dari 30 Day Writing Challenge, salah satunya teman baru dan pengetahuan-pengetahuan baru dari beberapa tulisan mereka. Melalui 30 Day Writing Challenge, saya mampu membuktikan bahwa saya bisa menulis secara konsisten apabila saya berusaha bersungguh-sungguh. Selama ini bagi saya menulis hanyalah rangkaian kata yang mewakili imajinasi yang bebas tanpa tekanan namun arti menulis sebenarnya tidaklah sedangkal itu. Masih banyak rahasia menulis yang tidak mampu dijabarkan oleh tulisan sederhana ini. Semoga dengan mengikuti tantangan 30 Day Writing Challenge, saya mampu konsisten menulis dan menghasilkan karya yang lebih banyak dan bermanfaat bagi orang lain.




#Day(30)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah

1 komentar:

  1. Masyaa Allah. Alhamdulillah ya. Semoga ke depannya terus semangat menulis :)

    BalasHapus