Home

Sabtu, 25 Mei 2019

Malam Seribu Bulan di Kota Martapura



Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan lailatul qadar, yaitu satu malam mulia yang tiada tanding sebab terpilih sebagai malam turunnya alquran. Pada malam tersebut Allah menetapkan perjalanan hidup manusia dan Allah melapangkan rezeki yang dikehendaki dan mempersempit (bagi yang dikehendaki-Nya).

Malam yang diyakini lebih baik dari seribu bulan tersebut jatuh pada 10 malam terakhir bulan ramadhan. Pada malam ke dua puluh satu sampai malam ke tiga puluh selalu menjadi momen kaum muslimin untuk meminta, berdoa dan mengharap kepada Allah untuk segala kebaikan di dunia maupun di akhirat. Untuk itu setiap 10 malam terakhir bulan ramadhan selalu diisi dengan ibadah dengan harapan mendapatkan lailatul qadar ataupun sekedar terkena cipratannya.

Di kota Martapura Kalimantan Selatan, khususnya di Masjid Agung Al Karomah Martapura selalu melakukan ibadah sholat hajat dan sholat tasbih berjamaah di 10 malam terakhir bulan ramadhan. Jamaah yang hadir pun dari berbagai kalangan, dari pedagang, ibu rumah tangga, karyawan swasta bahkan pegawai negeri dan tokoh-tokoh daerah dan pemerintah juga ikut berhadir dalam acara ibadah bersama tersebut. Jamaah yang datang sangat banyak dan membludak khususnya tiap malam-malam hitungan ganjil seperti malam 21, 23, 25, 27 dan 29. Jamaah yang datang tidak hanya berada di dalam ruangan induk masjid saja tetapi sampai ke teras dan halaman depan masjid diisi oleh anak-anak, remaja, orang dewasa dan orang tua. Acara ibadah seperti ini telah dilaksanakan cukup lama dan selalu dilaksanakan setiap tahunnya.

Acara tersebut dimulai pukul dua dini hari dan berakhir sekitar kurang lebih pukul tiga dini hari. Rangkaian acara dimulai dengan sholat hajat berjamaah kemudian diselingi doa hajat, pembacaan yasin dan dilanjutkan sholat tasbih yang kemudian ditutup dengan doa. Saat acara dimulai, seluruh lampu penerangan yang ada di masjid dimatikan, kecuali beberapa lampu utama agar ada sedikit cahaya yang masuk. Hal ini dimaksudkan agar ibadah yang dilakukan khusyu. Pada acara terakhir, yaitu doa maka lampu kembali dinyalakan dan setelah itu jamaah kembali pulang ke rumah masing-masing untuk makan sahur.


Apakah kegiatan seperti ini bid’ah? Sudah pernah dilakukan di zaman rasulullah? Entahlah…. Saya tidak bisa memastikan karena kedangkalan ilmu yang dimiliki. Namun, untuk sesuatu yang baik apakah kita harus mencari dalil terlebih dahulu untuk melaksanakannya. Bukankah sholah hajat, sholat tasbih dan berdoa pernah dilakukan oleh rasulullah dan ada hadist yang menyebutkannya seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Imam Turmudzi dari ‘Utsman bin Hunaif bahwa Rasulullah bersabda :

أَنَّ رَجُلاً ضَرِيرَ الْبَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ: ادْعُ اللهَ لِي أَنْ يُعَافِيَنِي. فَقَالَ: إِنْ شِئْتَ أَخَّرْتُ لَكَ وَهُوَ خَيْرٌ وَإِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ. فَقَالَ: ادْعُهْ. فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيُصَلِّىَ رَكْعَتَيْنِ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِمُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ، إِنِّي قَدْ تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى. اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ

Seorang buta datang kepada Nabi lalu mengatakan, “Berdoalah engkau kepada Allah untukku agar menyembuhkanku.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Apabila engkau mau, aku akan menundanya untukmu (di akhirat) dan itu lebih baik. Namun, apabila engkau mau, aku akan mendo’akanmu.” Orang itu pun mengatakan, “Do’akanlah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyuruhnya untuk berwudhu dan memperbagus wudhunya serta shalat dua rakaat kemudian berdoa dengan doa ini, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan Muhammad Nabiyyurrahmah. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap kepada Rabbku denganmu dalam kebutuhanku ini agar ditunaikan. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untukku.” (HR. Ibnu Majah no. 1385 dan Tirmidzi no. 3578. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dengan adanya hadist di atas apakah perlu kita pertanyakan lagi, apakah ibadah yang dilakukan di malam lailatul qadar bermanfaat atau tidak? Bid’ah atau tidak? Rasanya menurut saya tidak perlu. Kalau hal yang tidak bermanfaat saja kita lakukan tanpa melihat dalil atau bid’ah, mengapa hal yang jelas-jelas bermanfaat harus dipertanyakan. Dan ini kembali lagi kepada kepercayaan masing-masing. Lakukanlah apa yang anda percayai dan saya melakukan apa yang saya percayai.


#Day(21)
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar